Daya Beli Menurun Drastis, Bisnis Ritel Diawali Tahun dengan Hasil Kurang Menggembirakan

NEWSBLOG , Jakarta - Pada awal tahun 2025, sektor tersebut menghadapi waktu yang cukup menantang. bisnis ritel Di beragam kota di Indonesia, banyak toko telah menghentikan operasinya, sementara mal-mal menjadi semakin sepi pengunjung, dan angka penjualan pun turun drastis. Aprindo, yaitu Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, menyatakan bahwa alasan dibelakang penutupan beberapa gerai ritel seperti Lulu Hypermarket adalah karena adanya penurunan signifikan dalam jumlah pembeli akibat kemerosotan daya beli masyarakat.
Daya Beli Masyarakat Anjlok
Penurunan angka pembeli diklaim disebabkan oleh peningkatan kesulitan ekonomi pada kalangan masyarakat dengan tingkat pendapatan sedang hingga rendah. Menurut Solihin selaku Ketua Umum Aprindo, adanya pergeseran perilaku belanja orang awam juga ikut mendongkrak kondisi bisnis ritel saat ini. Para pelanggan sekarang lebih cermat serta hemat ketika melakukan transaksi, fokusnya hanya kepada produk esensial saja sesuai permintaannya. Prioritas para konsumen semakin condong menuju aspek biaya daripada merk itu sendiri.
"Alasannya utama adalah karena bisnis tersebut mengalami kerugian dan jumlah pelanggan terus menurun," ungkap Solihin, pada hari Rabu, 30 April 2025.
Rontoknya bisnis ritel Perilaku konsumen yang berubah merupakan penyebab utama dari tren ini. Di era 1990-an sampai awal 2000-an, hipermarket mewakili ikon perekonomian kontemporer di Indonesia. Keluarga-keluarga sering kali meluangkan waktu antara dua tiga jam untuk menjelajahi jalur demi jalur dalam supermarket besar menggunakan kereta belanja guna membelanjakan uang mereka pasca mendapat gaji bulanan.
Saat ini rutinitas belanja bulanan nyaris lenyap. Beberapa orang mengatakan bahwa mal-mal menjadi sepi karena pandemi COVID-19. Namun, meskipun era pembatasan telah usai, banyak rumah tangga kini cenderung melakukan pembelian barang-barang pokok dalam interval waktu yang lebih pendek.
Penghematan biaya semakin diperlukan karena kekuatan membeli publik menurun akibat penurunan gaji, lonjakan PHK, serta efek dari potongan anggaran pemerintahan. Petunjuknya adalah terjadinya deflasi selama dua bulan beruntun di awal tahun 2025. Inilah periode deflasi tahunan yang pertama kali terjadi dalam seperempat abad ini.
Penjualan barang-barang konsumsi cepat terjual (FMCG) selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri kali ini tidak sesuai ekspektasi. Menurut data dari Aprindo, pertumbuhan penjualan hanya berkisar antara 5 hingga 8 persen jika dibandingkan dengan masa serupa di tahun sebelumnya. Solihin menjelaskan bahwa menutup beberapa outlet adalah langkah yang masuk akal untuk para pebisnis saat pendapatan sudah tidak lagi proporsional dengan beban operasional. Ini karena mereka lebih memilih fokus kepada cabang-cabang yang masih menghasilkan laba positif.
Global Geopolitik dan Kebijakan Eksportiral
AMSC mengatakan bahwa ketidakstabilan politik global serta kebijakan eksportasi, termasuk bea masuk yang tinggi menuju AS, memberikan dampak besar pada sejumlah bidang utama di Indonesia seperti industri pakaian, alas kaki, perabotan, dan produk dari lautan. Sedangkan secara lokal, konsumsi oleh kalangan menengah sampai rendahan diproyeksikan akan turun sekitar 4%.
"Pemasok serta retailer harus menciptakan kerja sama yang saling melengkapi untuk bisa tetap bertahan, bahkan berkembang meski berhadapan dengan tantangan seperti inflasi, pengurangan daya beli, dan persaingan digital yang kian sengit," ungkap Ketua Umum AMSC Yvonne saat memberikan pidato di Hotel Mulia, Jakarta pada hari Rabu, 23 April 2025.
Adil Al Hasan dan Riani Sanusi Putri turut memberikan kontribusinya dalam karya tulis ini.
Comments
Post a Comment