BEM SI dan Aliansi Sipil Demo Lawan UU TNI-RUU Polri Seharian Malam
NewsBlog , Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia alias BEM SI bersama koalisi sipil kembali menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI pada hari ini Kamis, 27 Maret 2025.
Tindakan ini adalah lanjutan dari serangkaian protes menentang perubahan pada UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), serta RUU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri. RUU Polri .
Andhika Natawijaya, Koordinator Wilayah BSJB BEM SI untuk Jabodetabek dan Banten, mengungkapkan bahwa gerakan tersebut adalah elemen penting dalam resistensi mahasiswa bersama-sama dengan masyarakat sipil.
"Jadi elemen mahasiswa termasuk BEM SI untuk saat ini tergabung dalam aksi dengan masyarakat sipil di daerahnya masing-masing," kata Andhika melalui pesan tertulis saat dihubungi Tempo pada Kamis, 27 Maret 2025.
Andhika, yang juga menjabat sebagai Ketua BEM Universitas Negeri Jakarta (UNJ) 2025, menegaskan bahwa aksi di Jakarta akan membawa tiga tuntutan utama, yaitu seruan "Indonesia Gelap", pencabutan revisi UU TNI, dan penolakan terhadap RUU Polri.
Bukan cuma di Jakarta, tetapi juga di beberapa tempat lainnya di seluruh Indonesia telah dilaksanakan aksi serupa. Berdasarkan konfirmasi dari Andhika, protes dengan permintaan yang sama pun terjadi di kantor DPRD Kabupaten Bogor.
Aksi demonstrasi mahasiswa bersama koalisi sipil mendesak pencabutan UU TNI dan menolak RUU Polri berakhir ricuh dengan petugas kepolisian di depan Gedung DPR RI, Jakarta, 27 Maret 2025. Petugas kepolisian menembakan water canon untuk membubarkan aksi demonstrasi. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Ancaman Militerisme dan Kontrol Represif Negara
Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, membenarkan adanya demonstrasi yang bertujuan menekan pemerintah agar mencabut UU TNI. Menurutnya, revisi UU TNI justru membuka celah bagi militer untuk masuk ke ranah sipil, yang bertentangan dengan semangat reformasi.
"Militerisme dan oligarki semakin mengancam demokrasi kita," ujar Usman.
Selain UU TNI, Usman juga menyoroti bahaya yang ditimbulkan oleh RUU Polri. Menurutnya, revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 ini berpotensi memberikan kewenangan berlebihan kepada kepolisian, yang dapat memperkuat kontrol represif negara terhadap masyarakat sipil.
Ketua Centra Initiative, Al Araf, turut mengonfirmasi aksi ini dan membagikan pamflet bertajuk "Jakarta Melawan" yang berisi seruan untuk menolak revisi UU TNI dan RUU Polri. Aksi dijadwalkan dimulai pada pukul 13.30 WIB di sekitar Gedung DPR RI, dengan tagline "Semua diundang kecuali aparat!".
Delapan Tuntutan Supremasi Sipil
Dalam aksi ini, para demonstran membawa delapan tuntutan utama yang bertujuan untuk memperkuat supremasi sipil, yakni:
1. Tolak UU TNI
2. Tolak fungsi TNI di ranah sipil
3. Tolak perluasan fungsi TNI di intelijen dan siber
4. Bubarkan komando teritorial
5. Cabut pasukan TNI dari Papua
6. Rancangan perubahan Undang-Undang tentang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997 harus segera dilakukan.
7. Kembalikan TNI ke asrama
8. Guncang lapangan kerja dengan pemutusan sekitar 2.500 anggota TNI dari posisi mereka di sektor sipil
Aksi BEM SI Ini juga memperoleh dukungan dari sejumlah bagian masyarakat sipil, seperti petugas dan tenaga kerja, yang ikut mengemukaikan keprihatinan mereka tentang pengaruh perubahan undang-undang itu terhadap demokrasi serta hak-hak warga negara di Indonesia.
Dengan gelombang protes yang semakin luas di seluruh wilayah, perlawanan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Kepolisian Republik Indonesia (RUUPR) dan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) mulai menggambarkan bahwa banyak bagian dari masyarakat memandang penyempurnaan aturan tersebut sebagai gangguan bagi pilar utama kekuatan sipil yang sudah dicita-citakan semenjak Reformasi tahun 1998. Sekarang, baik eksekutif maupun legislatif dipaksa oleh tekanan massa untuk secara cermat mendengarkan harapan rakyat.
Hanin Marwah menyumbang untuk penulisannya Artikel ini.
Comments
Post a Comment